Kerja Sama Investasi Bagi Hasil Keuntungan dari Profit (Syariah)
Pengertian daripada Syirkah adalah suatu akad kerja sama antara dua orang atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan kerugian akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Usaha Sama Pemanfaatan (KSP) merupakan bentuk pemanfaatan Barang Milik Negara yg diharapkan menjadi tulang punggung bagi sumber penbisa an negara dari pengelolaan aset. Masalah ini mengingat KSP bisa dijalankan dengan pendekatan bisnis atau komersial secara penuh. Pendekatan bisnis pada pemanfaatan BMN merupakan upaya yg dilakukan guna memaksimalkan potensi aset pada mengLaba kan penbisa an. Pendekatan bisnis pada Usaha sama pemanfaatan Barang Milik Negara dilakukan dengan pertimbangan saling menguntungkan. Pertimbangan saling menguntungkan tersebut diwujudkan pada bentuk penetapan skema bagi Laba yg disepakati kedua belah pihak. Skema bagi Laba yg adil & disepakati masing-masing pihak merupakan prasyarat yg harus dipenuhi agar Usaha sama yg dilakukan bisa berjalan dengan baik. Pada praktik bisnis yg berlaku saat ini terbisa berbagai macam bentuk skema bagi Laba Usaha sama. Bentuk yg paling umum ialah skema bagi Laba pada Usaha sama pada bentuk patungan usaha (joint venture). Pada skema ini, pembagian Laba atas keuntungan yg diperoleh dari suatu usaha didasarkan pada proporsi risiko & beban Usaha para pihak. Selain patungan usaha, skema bagi Laba yg jauh lebih tua dilakukan pada bentuk Usaha sama pengelolaan lahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap lahan. Pada skema ini bagi Laba didasarkan pada proprosi yg disepakati di awal atas Laba panen yg diperoleh. Pada tulisan ini, Penulis mencoba menguraikan mengenai bentuk-bentuk Usaha sama & skema bagi Laba yg digunakan serta membandingkannya dengan skema bagi Laba pada Usaha sama pemanfaatan aset yg berlaku saat ini. Pemahaman akan skema bagi Laba dari berbagai bentuk Usaha sama usaha diharapkan bisa memberi pan& gan yg lebih luas atas skema bagi Laba yg sebaiknya diterapkan pada Usaha sama pemanfaatan Barang Milik Negara.
Bentuk-bentuk Usaha Sama Usaha
Secara umum, bentuk Usaha sama usaha bisa dibedakan menurut prinsip yg mendasari & objek yg diUsaha samakan. Usaha sama usaha bisa dilakukan berdasarkan prinsip perusahaan & prinsip pengusahaan. Objek Usaha sama usaha berdasarkan prinsip perusahaan berupa ba& usaha yg menjalankan kegiatan usaha. Se& gkan objek Usaha sama usaha berdasarkan prinsip pengusahaan berupa aset atau kepentingan yg diusahakan. Usaha sama usaha atas suatu ba& usaha dilakukan berdasarkan hubungan antara para pemilik usaha (business owner). Para pemilik usaha terikat pada hubungan kepemilikan atau patungan usaha (joint venture) berdasarkan kontribusi modal & tanggung jawab atas entitas usaha. Kewajiban investasi & tanggung jawab atas kegiatan perusahaan dibagi berdasarkan kesepakatan para pihak. Laba dari kegiatan usaha dibagi menurut kontribusi modal & tanggung jawab tersebut. Se& gkan Usaha sama usaha atas pengusahaan suatu aset (asset partnership) dilakukan berdasarkan hubungan antara pemilik aset atau kepentingan (principal) dengan pihak yg mengusahakan aset (agent). Pada prinsipnya pihak yg mengusahakan aset menjalankan suatu kegiatan usaha untuk kepentingan pemilik aset. Laba dari kegiatan usaha merupakan hak pemilik aset. Pemilik aset, berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, memberikan sebagian Laba usaha tersebut kepada pihak yg mengusahakan aset sebagai kompensasi atas usaha yg dilakukan.
BACA juga : Peluang syirkah kerjasama bagi hasil 30%
Patungan Usaha (Joint Ventures)
Usaha sama usaha pada bentuk patungan usaha merupakan bentuk kelembagaan ba& usaha pada umumnya.[1] Terbisa 2 (dua) jenis ba& usaha berdasarkan konsep patungan usaha. Pembedaan atas jenis ba& usaha ini dilakukan berdasarkan tanggung jawab para pihak atas kewajiban atau risiko yg imbul dari kegiatan yg diajalankan ba& usaha. Berdasarkan Masalah tersebut, Usaha sama usaha pada bentuk patungan usaha dibedakan menjadi persekutuan (partnerships) & perseroan terbatas (limited liability). Pada ba& usaha berbentuk persekutuan, tanggung jawab para pihak tidak terbatas pada modal atau kontribusi yg diberikan kepada ba& usaha. Risiko usaha & kewajiban yg timbul dari kegiatan usaha tidak hanya ditanggung oleh perusahaan melainkan juga pemilik usaha. Pemilik & perusahaan pada persekutuan merupakan entitas yg tak terpisahkan (non-separable entities)[2]. Masalah ini berbeda dengan ba& usaha berbentuk perseroan terbatas. Pada perseroan terbatas, tanggung jawab para pihak hanya sebatas modal yg disetorkan kepada perusahaan. Risiko usaha & kewajiban yg timbul dari kegiatan usaha ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan. Risiko pemilik terbatas hanya pada investasi yg ditanamkan. Pemilik & perusahaan pada perseroaan terbatas merupakan dua entitas yg terpisah (separable entities).
-
Persekutuan (partnerships)
Meskipun tanggung jawab pemilik atas perusahaan yg tidak terbatas merupakan ciri utama persekutuan, pada praktiknya tidak semua pemilik pada perusahaan persekutuan bertanggung jawab sepenuhnya atas kewajiban perusahaan. Terkait dengan tanggung jawab pemilik atas usaha tersebut terbisa dua bentuk persekutuan yaitu persekutuan umum (general partnerships)[3] & persekutuan terbatas (limited partnerships)[4]. Pada persekutuan umum, selain kewajiban atas kontribusi modal, para pemilik atau anggota persekutuan memiliki tanggung jawab yg sama pada menjalankan usaha & memenuhi kewajiban yg timbul dari kegiatan usaha. Pada persekutuan terbatas, anggota persekutuan atau sekutu dibagi menurut tanggung jawabnya atas perusahaan. Berdasarkan Masalah itu, sekutu pada persekutuan terbatas dibedakan atas sekutu aktif & sekutu pasif. Sekutu aktif merupakan anggota persekutuan yg terlibat secara aktif pada kegiatan usaha persekutuan atau menjadi pengurus perusahaan. Se& gkan sekutu pasif merupakan anggota persekutuan yg hanya menanamkan modalnya tetapi tidak terlibat secara aktif pada kegiatan usaha perusahaan. Dengan demikian sekutu aktif memiliki tanggung jawab yg tidak terbatas atas perusahaan se& gkan sekutu pasif hanya bertanggung jawab sebatas modal yg disetorkan.
-
Perseroan Terbatas (Limited Liabilities)
Perseroan terbatas tidak membagi pemilik berdasarkan tanggung jawab atas perusahaan. Dengan penerapan sepenuhnya konsep keterpisahan entitas, tanggung jawab atas kegiatan perusahaan merupakan tanggung jawab sepenuhnya perusahaan. Perusahaan pada perseroan terbatas tidak hanya entitas terpisah tetapi juga entitas yg berdiri sendiri sebagai ba& hukum yg bisa melakukan perikatan & melakukan perbuatan hukum keperdataan. Pemilik usaha (business owner) pada perseroan terbatas hanya bertanggung jawab atas modal atau saham yg dimiliki. Pemegang saham tidak terlibat sama sekali pada kegiatan usaha perseroan. Kegiatan usaha perseroan dilakukan sepenuhnya oleh manajemen atau pengurus perusahaan yg ditunjuk atau diangkat oleh keputusan pemilik. Pengangkatan atau penetapan pengurus perusahan dilakukan pada sebuah rapat umum yg dihadiri oleh para pemegang saham perusahaan. Perseroan Terbatas dibedakan berdasarkan pemegang sahamnya menjadi perusahaan terbuka (public company) & perusahaan tertutup (private company). Pemegang saham pada perusahaan terbuka bisa berasal dari kalangan mana saja karena saham perusahaan terbuka ditawarkan secara luas melalui bursa. Se& gkan pemegang saham pada perusahaan tertutup hanya berasal dari kalangan tertentu saja karena saham perusahaan hanya ditawarkan secara terbatas.
Pengusahaan Aset (Asset Partnership)
Usaha sama usaha pada bentuk pengusahaan aset, sebagaimana telah disinggung sebelumnya, merupakan bentuk Usaha sama usaha yg didasarkan pada hubungan prinsipal & agen (principal -agent relationship)[5]. Pengusahaan aset memiliki beragam bentuk tergantung pada jenis aset yg diusahakan & tujuan pengusahaan aset. Aset yg bisa dijadikan objek Usaha sama pengusahaan bisa berupa lahan (land), bangunan (buildings), kekayaan alam (natural resources), & a investasi atau simpanan (funds), & lainnya. Usaha sama pengusahaan aset memiliki cakupan yg luas & banyak diterapkan di berbagai bi& g usaha. Penerapan prinsip pengusahaan aset tersebut antara lain dilakukan pada Usaha sama pengolahan lahan pertanian, pengelolaan minyak & gas bumi, & pengelolaan & a simpanan pada perbankan syariah[6].
-
Pengolahan Lahan Pertanian
Bentuk paling tua dari Usaha sama pengusahaan aset ialah Usaha sama pengolahan lahan pertanian. Di Indonesia, Usaha sama pengolahan lahan antara pemilik lahan dengan petani penggarap dilakukan berdasarkan skema bagi Laba menurut kebiasaan, kesepakatan, & adat istiadat yg berlaku[7]. Pemilik lahan akan menyerahkan lahan miliknya untuk digarap petani penggarap dengan kesepakatan bahwa Laba panen yg diLaba kan akan dibagi antara pemilik lahan & penggarap. Pada praktiknya juga diatur mengenai pihak yg akan menyediakan benih & mengeluarkan biaya-biaya yg diperlukan pada rangka perawatan, pertumbuhan, & pemanenan Laba tanaman. Namun demikian, secara umum biaya-biaya yg harus dikeluarkan tersebut ditanggung oleh petani penggarap. Biaya-biaya tersebut kemudian bisa diperhitungkan terlebih dahulu dari Laba panen sebelum dibagi atau diperhitungkan pada bagian Laba panen yg diterima penggarap. Pemilik lahan tidak terlibat pada penggarapan lahan hanya mengawasi pelaksanaan kegiatannya.
-
Pertambangan Minyak & Gas Bumi
Usaha sama pengolahan lahan pertanian berdasarkan hubungan antara pemilik lahan (principal) & petani penggarap (agent) kemudian diterapkan secara luas pada Usaha sama pengusahaan lainnya. Penerapan yg paling terkenal dilakukan pada Usaha sama di bi& g pengusahaan pertambangan minyak & gas bumi (Migas). Di Indonesia, Usaha sama pengelolaan hulu migas dilakukan melalui skema kontrak bagi Laba produksi (Production Sharing Contract/PSC) antara SKK Migas dengan perusahaan migas atau Kontraktor Kontrak Usaha Sama (KKKS). KKKS bertindak selaku agen yg melakukan eksploitasi atas ca& gan migas yg dimiliki atau dikuasai negara berdasarkan kesepakatan dengan SKK Migas selaku prinsipal yg mewakili negara. Laba produksi berupa ca& gan migas yg berLaba diangkat (lifting) dibagi kepada kontraktor menurut proporsi yg ditentukan. Pembagian Laba produksi tersebut dilakukan dengan memperhitungkan kembali biaya-biaya yg dikeluarkan kontraktor pada rangka eksplorasi & eksploitasi pada Laba produksi migas (cost recovery) atau membebankan biaya-biaya yg dikeluarkan kontraktor pada bagian Laba migas yg diterima kontraktor (gross split).
-
Perbankan Syariah
Bagi Laba merupakan konsep dasar yg digunakan pada perbankan atau keuangan syariah. Berbeda dengan perbankan konvensional yg memberikan imbal atas & a yg disimpan nasabah & pembebanan atas penggunaan & a oleh pihak lain[8] pada bentuk bunga (interest), perbankan syariah memberlakukan imbal Laba atas & a nasabah & penggunaan & a oleh pihak lain[9] berdasarkan konsep pembagian keuntungan (profit sharing). Pengelolaan & a oleh perbankan syariah dilakukan berdasarkan prinsip atau akad mudharabah. Akad mudharabah merupakan perjanjian atau akad yg dilakukan pada rangka pengelolaan & a dengan membagi keuntungan yg diLaba kan dari pengelolaan & a tersebut sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Akad mudharabah dilakukan pada rangka penghimpunan & a simpanan & pembiayaan pada rangka pengelolaan & a nasabah. Akad mudharabah pada rangka penghimpunan & a dilakukan antara nasabah yg menyimpan uangnya dengan bank. Nasabah bertindak selaku pemilik & a (principal) se& gkan bank bertindak selaku pengelola & a (agents). Akad mudharabah pada rangka pembiayaan dilakukan antara bank dengan nasabah yg menggunakan & a untuk kegiatan usaha. Bank, pada Masalah ini, bertindak selaku investor atau penyedia modal (principal) se& gkan nasabah bertindak selaku pengelola & a (agents). Kedudukan bank & nasabah sebagai prinsipal atau agen pada perbankan syariah tergantung pada jenis akad yg dilakukan.
Usaha Sama Pemanfaatan Barang Milik Negara
Usaha sama pemanfaatan (KSP) Barang Milik Negara adalah pendayagunaan BMN oleh pihak lain pada jangka waktu tertentu pada rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak & sumber pembiayaan lainnya[10]. Sesuai pengertiannya, Usaha sama pemanfaatan BMN dilakukan guna optimalisasi aset pada rangka mengLaba kan atau meningkatkan penerimaan negara. Pendayagunaan aset pada Usaha sama pemanfaatan BMN dilakukan oleh pihak lain atau mitra dengan cara mengembangkan suatu aset BMN menjadi aset yg bisa mengLaba kan penbisa an (income producing asset). Pengembangan aset bisa dilakukan dengan cara mendirikan bangunan, fasilitas, atau konstruksi lainnya (green field) atau dengan merehabilitasi, merenovasi, atau merekonstruksi aset yg sudah ada (brown field). Investasi atau modal yg dibutuhkan pada rangka pengembangan aset ditanggung oleh mitra KSP. Aset BMN yg telah dikembangkan selanjutnya diusahakan atau diopersionalkan oleh mitra KSP selama jangka waktu tertentu. Setelah jangka waktu Usaha sama berakhir, aset dimaksud kemudian diserahkan kepada Pemerintah selaku pemilik aset. Selama masa Usaha sama, penbisa an atau keuntungan yg diperoleh dari pengusahaan aset dibagi berdasarkan proporsi investasi[11] para pihak & memperhitungkan risiko yg ditanggung mitra[12]. Selain pembagian keuntungan, mitra KSP juga diwajibkan membayar kontribusi tetap kepada Pemerintah. Nilai kontribusi tetap yg harus dibayarkan dihitung berdasarkan persentase tertentu dari nilai aset BMN yg menjadi objek KSP[13]. Kontribusi tetap & pembagian keuntungan dibayarkan setiap tahun dengan ketentuan kontribusi tetap tahun kedua & seterusnya dibayarkan berdasarkan besaran kontribusi tetap tahun pertama dengan kenaikan tertentu.
Pada prinsipnya Usaha sama pemanfaatan Barang Milik Negara merupakan Usaha sama usaha yg dilakukan berdasarkan prinsip pengusahaan aset. Prinsip pengusahaan aset pada Usaha sama pemanfaatan BMN dilakukan berdasarkan hubungan antara Pemerintah sebagai pemilik aset (principal) dengan mitra KSP sebagai pihak yg mengusahakan aset (agent). Meskipun pada pelaksanaanya terbisa kebutuhan investasi untuk mengembangkan aset, investasi tersebut harus dipahami pada konteks pengusahaan aset yg dilakukan mitra. Investasi yg dikeluarkan mitra tersebut bisa dipersamakan dengan investasi yg dikeluarkan kontraktor kontrak Usaha sama pada rangka eksplorasi & eksploitasi migas atau benih yg harus ditanam pada rangka Usaha sama pengolahan lahan pertanian. Investasi itu dilihat dari sisi mitra yg mengharapkan pengembalian atas & a yg telah dikeluarkan. Se& gkan dari sisi Pemerintah, seluruh pengeluaran pada rangka pelaksanaan Usaha sama diperlakukan sebagai biaya pengusahaan yg harus diperhitungkan dari Laba pengusahaan atau penbisa an aset.
Skema Bagi Laba pada Usaha Sama Usaha & Pemanfaatan BMN
Skema bagi Laba pada Usaha sama usaha didasarkan pada konsep hubungan para pihak pada Usaha sama. Pada Usaha sama usaha atas dasar hubungan kepemilikan atau patungan usaha, Laba usaha yg diperoleh entitas usaha merupakan hak pemilik usaha. Laba usaha tersebut kemudian dibagikan diantara para pemilik berdasarkan kontribusi & pembagian risiko. Kontribusi yg diberikan bisa berupa kontribusi modal & operasional. Risiko yg ditanggung para pihak tergantung bentuk ba& usaha yg dijalankan. Pada ba& usaha berbentuk persekutuan (partnership), risiko yg ditanggung para pihak tidak hanya sebatas pada harta yg dimiliki perusahaan tetapi juga harta pribadi yg dimiliki[14]. Pada ba& usaha berbentuk perseroan terbatas (limited liability) risiko yg ditanggung para pihak hanya sebatas modal yg disetor. Dengan demikian skema pembagian keuntungan pada persekutuan berbeda dengan skema pembagian keuntungan pada perseroan terbatas. Pada persekutuan, pembagian keuntungan bisa dilakukan berdasarkan kontribusi modal & tanggung jawab atau risiko yg ditanggung para pihak. Se& gkan pada perseroan terbatas pembagian keuntungan hanya didasarkan pada proporsi modal atau investasi.
Pada Usaha sama pengusahaan aset atas dasar hubungan antara pemilik aset & pihak yg mengusahakan aset. Sebagai agen, pihak yg mengusahakan aset pada prinsipnya bertindak untuk kepentingan prinsipal (pemilik aset) sehingga Laba yg diperoleh dari pengusahaan aset pada hakikatnya merupakan hak pemilik aset. Namun demikian, sebagai kompensasi atas usaha yg dilakukan, pemilik aset menyerahkan sebagian Laba pengusahaan aset itu kepada pihak yg mengusahakan. Penyerahan atau pembagian atas Laba pengusahaan aset tersebut dilakukan menurut kesepakatan kedua belah pihak. Pada kesepakatan tersebut juga diatur mengenai biaya-biaya yg dikeluarkan pada rangka pengusahaan aset. Biaya-biaya tersebut bisa diperhitungkan dari Laba pengusahaan aset sebelum dibagi atau dibebankan pada bagian pihak yg mengusahakan. Secara lebih lengkap, skema bagi Laba pengolahan lahan, pertambangan migas, & perbankan syariah diuraikan sebagai berikut.
-
Bagi Laba Pengolahan Lahan
Pada praktik tradisional Usaha sama pengolahan tanah pertanian di Indonesia, skema bagi Laba yg ditetapkan antara pemilik & penggarap lahan bisa dilihat dari nama atau istilah yg disematkan pada perjanjian bagi Laba yg diterapkan. Skema atau perjanjian bagi Laba tersebut berbeda-beda pada masing-masing daerah. Di Minangkabau misalnya disebut: memperduai, di Minahasa: tojo, di Jawa Tengah & Timur: maro atau mertelu, di Priangan: nengah atau jejuron, di Lombok: nyakap[15]. Beberapa daerah menggunakan istilah yg sejatinya merujuk pada proporsi bagi Laba yg digunakan pada perjanjian. Maro (Jawa), Paron (Madura), Memperduai (Minangkabau), & Nengah (Sunda) memiliki makna yg sama yaitu bagi Laba tanah dengan membagi ½ Laba panen kepada pemilik tanah & ½ sisanya kepada penggarap. Demikian pula mertelu (Jawa), menigai atau mepertigai (Minangkabau), & juron (sunda) mengandung makna bagi Laba tanah dengan membagi 2/3 Laba panen kepada pemilik lahan & 1/3 sisanya kepada penggarap. Beberapa daerah menggunakan istilah yg lebih umum yg tidak merujuk pada proporsi bagi Laba secara spesifik. Variasi dari skema bagi Laba pertanian ini tak terbatas sesuai dengan praktik, kebiasaan & hukum adat yg berlaku pada tiap-tiap daerah. Namun demikian skema 1:1 atau 50:50 & skema 1:2 atau 1/3 merupakan skema bagi Laba yg paling umum diterapkan.
-
Bagi Laba Pertambangan Migas
Skema bagi Laba pada Usaha sama hulu migas dengan mekanisme production sharing contract (PSC) pada mulanya dilakukan dengan rujukan pada praktik bagi Laba tanah antara pemilik tanah & petani penggarap. Skema bagi Laba tersebut, sebagaimana telah disebutkan, dibedakan menjadi dua bentuk yaitu cost recovery & gross split. Pada skema cost recovery, proporsi antara Pemerintah & kontraktor ditetapkan sebesar 85:15 untuk minyak bumi & 65:35 untuk gas bumi. Pembagian Laba produksi tersebut dilakukan setelah memperhitungkan atau mengembalikan terlebih dahulu biaya-biaya yg dikeluarkan kontraktor pada rangka eksplorasi & eksploitasi migas. Se& gkan pada skema gross profit, proporsi antara Pemerintah & kontraktor ditetapkan sebesar 57:43[16] untuk minyak bumi & 52:48[17] untuk gas bumi. Pembagian tersebut dilakukan atas Laba produksi sebelum dikurangi dengan biaya yg dikeluarkan kontraktor. Biaya-biaya yg dikeluarkan kontraktor migas dibebankan pada Laba produksi yg menjadi bagian kontraktor.
-
Bagi Laba Perbankan Syariah
Skema bagi Laba pada perbankan syariah berdasarkan akad mudharabah dilakukan berdasarkan kesepakatan antara nasabah dengan bank. Kesepakatan tersebut termasuk penentuan nisbah bagi Laba yg menjadi hak masing-masing pihak. Perhitungan bagi Laba pada perbankan syariah bisa dilakukan berdasarkan penbisa an (revenue sharing) atau laba bersih (profit sharing)[18]. Pendekatan bagi Laba berdasarkan penbisa an dihitung atas penbisa an yg diperoleh sebelum dikurangi dengan biaya-biaya. Pendekatan bagi Laba atas laba bersih didasarkan pada penbisa an yg diperoleh setelah dikurangi biaya & pengeluaran lainnya. Pada akad mudharabah penghimpunan & a, besaran nisbah bagi Laba antara nasabah & bank berbeda-beda tergantung penawaran bank selaku pengelola & a (mudharib) & kesepakatan nasabah selaku pemilik & a (shahibul maal). Untuk deposito syariah misalnya, nisbah bagi Laba ditetentukan dengan besaran yg berbeda-beda sesuai jangka waktu penyimpanan & a. Nisbah bagi Laba nasabah atas tabungan atau deposito yg dihitung berdasarkan penbisa an usaha rata-rata sekitar 10% se& gkan nisbah bagi Laba nasabah yg dihitung berdasarkan laba bersih berkisar antara 46-54%[19]. Pada akad mudharabah pembiayaan, nisbah bagi Laba usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan antara bank dengan nasabah yg menjalankan usaha. Besaran nibah bagi Laba ini berbeda-beda sesuai kesepakatan para pihak. Besaran nisbah bagi Laba ini ditetapkan dengan berpedoman pada prospek usaha & keuntungan yg diperoleh.
Skema bagi Laba pada Usaha sama pemanfaatan Barang Milik Negara, sebagaimana telah disinggung sebelumnya, ditentukan berdasarkan rasio investasi para pihak & risiko yg ditanggung mitra. Dengan memperlakukan nilai aset yg diUsaha samakan sebagai nilai investasi Pemerintah, proporsi bagi Laba yg diperoleh Pemerintah dihitung dengan membandingkan nilai aset sebelum dikembangkan dengan nilai total aset setelah dikembangkan[20]. Proporsi bagi Laba yg diperoleh tersebut kemudian diperhitungkan kembali dengan premi risiko yg diberikan kepada mitra. Besaran premi risiko dihitung berdasarkan proyeksi keuangan & kelayakan usaha yg dijalankan. Dengan mekanisme tersebut, bisa dipahami bahwa perhitungan bagi Laba pada Usaha sama pemanfaatan Barang Milik Negara menggunakan pendekatan investasi atau prinsip patungan usaha. Bagi Laba atas usaha dilakukan berdasarkan kontribusi modal para pihak dengan memberi bagian atau porsi tertentu kepada salah satu pihak sebagai kompensasi atas tanggung jawab atau risiko yg ditanggungnya. Skema yg digunakan ini mirip dengan skema bagi Laba pada persekutuan terbatas (limited partnerships). Pemerintah, pada Masalah ini, diperlakukan sebagai “sekutu pasif” & mitra sebagai “sekutu aktif”. Perbedaannya, meskipun sekutu aktif & sekutu pasif pada persekutuan terbatas memikul tanggung jawab yg berbeda tetapi keduanya menanggung risiko kehilangan modal atau investasi yg sama. Se& gkan Pemerintah pada Usaha sama pemanfaatan tidak menanggung risiko kehilangan modal[21].
Secara konseptual, Usaha sama pemanfaatan Barang Milik Negara bukanlah Usaha sama usaha berdasarkan prinsip patungan usaha sehingga perhitungan skema bagi Laba yg saat ini berlaku dianggap kurang tepat. Usaha sama pemanfaatan Barang Milik Negara harus didudukan kembali pada konsep dasarnya sebagai Usaha sama pengusahaan aset. Hubungan antara Pemerintah selaku pemilik aset & mitra selaku pihak yg mengusahakan aset bukanlah hubungan antara investor atau pemilik atas entitas bisnis Usaha sama pemanfaatan melainkan hubungan yg didasarkan atas konsep prinsipal-agen. Mitra (agen) pada Usaha sama pemanfaatan melakukan pengusahaan aset untuk kepentingan Pemerintah selaku pemilik aset (prinsipal). Bagian keuntungan atau Laba yg diperoleh dari pemanfaatan Barang Milik Negara yg menjadi bagian mitra merupakan bentuk kompensasi yg diberikan Pemerintah (pemilik aset) atas usaha yg dilakukan. Proporsi bagi Laba pemanfaatan tersebut tidak ditentukan berdasarkan proporsi modal melainkan kesepakatan antara “pemilik lahan” dengan “penggarap”. Mengingat pada pelaksanaan Usaha sama pemanfaatan terbisa investasi awal (initial outlay), proporsi bagi Laba yg diberikan kepada mitra selain memperhitungkan usaha yg dilakukan juga harus memperhitungkan pengembalian investasi yg telah dikeluarkan. Kesepakatan atas besaran proporsi bagi Laba tersebut bisa dilakukan melalui mekanisme penawaran umum (tender).
Kesimpulan
Usaha sama usaha, baik yg dilakukan berdasarkan prinsip patungan usaha & prinsip pengusahaan, merupakan praktik bisnis yg dilakukan dengan prinsip saling menguntungkan (mutual benefit). Prinsip saling menguntungkan terwujud dari pembagian yg adil diantara para pihak atas Laba usaha. Pada Usaha sama patungan usaha, pembagian yg adil itu dilakukan berdasarkan risiko yg ditanggung para pihak. Risiko tersebut tercermin dari kontribusi modal/investasi & tanggung jawab masing-masing pihak. Patungan usaha merupakan praktik bisnis yg berlaku pada umumnya. Prinsip Usaha sama ini didasarkan pada hubungan kepemilikan dari para pihak. Pada Usaha sama pengusahaan, pembagian yg adil itu dilakukan sesuai kesepakatan para pihak. Masing-masing pihak memiliki pertimbangan atau ekspektasinya sendiri atas usaha yg akan dijalankan. Kesepakatan yg terjalin menunjukan bahwa pertimbangan atau ekspektasi tersebut telah terpenuhi sehingga Usaha sama usaha bisa dilakukan. Pengusahaan aset merupakan praktik bisnis yg diterapkan secara luas di berbagai bi& g. Prinsip Usaha sama ini didasarkan pada hubungan antara pemilik aset & pihak yg mengusahakan aset. Penerapan prinsip Usaha sama ini antara lain dilakukan pada Usaha sama pengolahan lahan pertanian, pertambangan minyak & gas bumi, & perbankan syariah.
Usaha sama pemanfaatan Barang Milik Negara merupakan penerapan konsep hubungan prinsipal-agen. Mitra pemanfaatan merupakan agen yg mengusahakan aset untuk kepentingan Pemerintah/pemilik aset selaku prinsipal. Namun demikian praktik yg ada saat ini memperlakukan Usaha sama ini sebagai patungan usaha antara Pemerintah dengan mitra berdasarkan prinsip investasi. Penentuan bagi Laba dengan mendasarkan pada rasio investasi tidak sesuai diterapkan pada bentuk Usaha sama pengusahaan aset. Penentuan bagi Laba itu seharusnya dilakukan sesuai praktik bisnis yg berlaku. Bentuk-bentuk Usaha sama pengusahaan aset & Usaha sama lainnya dengan penerapan prinsip yg sama bisa dijadikan rujukan (benchmarking) pada menentukan skema bagi Laba yg sesuai. Perubahan dengan menyesuaikan dengan praktik bisnis yg sesuai ini diharapkan bisa mengakselerasi pelaksanaan pemanfaatan Barang Milik Negara sebagai sumber penbisa an negara bisa diwujudkan. Selain optimalisasi aset sebagai sumber penbisa an, pelaksanaan Usaha sama pemanfaatan diharapkan bisa memberi kontribusi pada perekonomian melalui peningkatan investasi & penciptaan lapangan peUsaha an.
Kerjasama Bagi Hasil dengan Model Penunjukan bisnis tertentu dengan KEUNTUNGAN BAGI HASIL 30% DARI PROFIT setelah dipotong pajak, zakat. Kerja sama ini menguntungkan karena nilai prosentasi yang cukup besar yaitu 30%, segala resiko dan biaya operasional di tanggung kayamara sehingga investor tidak perlu was was menanggung itu semua termasuk mengelola biaya operasional, karyawan, penyusutan alat kantor, dan biasa sewa dll. Sehingga segala kebijakan internal / operasional adalah wewenang penuh perusahaan. Namun ada kekurangannya yaitu profit hanya dihitung dari omset unit / jenis usaha yang dipilih. Berikut adalah download Draft Investasi dan Contoh Laporan Investasi
Adalah solusi alternatif untuk pengembangan usaha dan sebagai pendapatan bagi mitra usaha. Dengan penyertaan modal Rp. 10 juta akan mendapatkan bagi hasil 30% dari profit perbulan (dengan laporan penjualan terperinci). Modal yang dimitrakan akan dipergunakan untuk pengembangan usaha tergantung peluang mana yang ada dan layak untuk dijalankan. Adapun keuntungan dari program investasi ini adalah :
KAYAMARA JAYA GROUP memberi kesempatan kepada masyarakat (Investor) untuk bergabung menjadi mitra usaha kami, dapatkan Passive income dari Kayamara Group untuk setiap bulan nya, dengan pola bisnis bagi hasil kerjasama kemitraan menguntungkan. Berapa Keuntungan investasi di Kayamara Group ? Minimum penyertaan modal investasi minimal 10juta akan dapat bagi hasil 30% dari laba bersih penjualan barang.
KAYAMARA JAYA GROUP
Lampiran :
|
Layanan Lainnya
